Visit Sungai Penuh

Sejarah Singkat
Sejarah Sungai Penuh tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kabupaten Kerinci sebagai daerah induk.
Sungai Penuh ditetapkan sebagai ibukota onderafdeeling Kerinci oleh pemerintah Belanda pada tahun 1909. Kerinci sempat menjadi kawedanan dari Karesidenan Jambi lalu Karesidenan Sumatera Barat. Akhirnya Kerinci dimasukkan menjadi salah satu kabupaten dalam wilayah provinsi Jambi pada tahun 1957.
Kota Sungai Penuh dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Kerinci dan pengesahannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 8 Oktober 2009. Penduduk kota Sungai Penuh tahun 2019 berjumlah 90.910 jiwa.[1]
Budaya Bahasa
-
Budaya
Masyarakat Kerinci menganut sistem adat matrilineal. Rumah suku Kerinci disebut "Larik", yang terdiri dari beberapa deretan rumah petak yang bersambung-sambung dan dihuni oleh beberapa keluarga yang masih satu keturunan. Suku Kerinci memiliki banyak tarian tradisional seperti Tarian Asyeik Naik Mahligai, Mandi Taman, Ngayun Luci tarian ini merupakan peninggalan dari tradisi Animisme. Setelah masuknya Islam, Berkembang Tarian yang lebih Islami seperti tari Rangguk, Sike Rebana, dan Iyo-iyo. Suku Kerinci juga memiliki sastra Lisan yang tertuang dalam bentuk Tale, Barendih, Mantau, Nyaho, Kunun dan K'ba. Selain itu,Suku Kerinci memiliki seni bela diridan permainan tradisional seperti Pencak Silat dan Ngadu Tanduk.
-
Bahasa
Bahasa Kerinci (bahasa Melayu: Bahasa Kerinci; Jawi; بهاس كرينچي) adalah bahasa yang digunakan suku Kerinci[1] di sekitar wilayah Sungai Penuh. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Ragam dialeknya sangat tinggi bila dilihat dari wilayah penuturnya yang kecil. Beberapa dialek diantaranya Ulu, Mamak, Akit, Talang, dan Sakei. Aksara Rencong (Incung) adalah aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Kerinci.